Connect with us

Hukrim

Terkait Keterangan Surat Kuasa Dalam BAP Ninik Dan Feni Talim Saling Jawab Tidak Tahu

Published

on

Surabaya-basudewanews.com, Sidang lanjutan, yang menjerat Feni Talim selaku, Notaris juga sebagai karyawan Notaris Edhi Susanto (suaminya), terkait dugaan membuat dan menggunakan surat palsu kembali bergulir di ruang Sari I, Pengadilan Negeri Surabaya, Kamis (7/7/2022).

Dipersidangan, nampak Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Tinggi Jatim, Harry Basuki, menghadirkan 2 orang saksi guna dimintai keterangan. Adapun, ke-dua saksi yakni, Conny mantan pegawai Badan Pertanahan Nasional (BPN) II Surabaya dan Ninik mantan karyawan Notaris Edhi Susanto (terdakwa).

Ninik mengawalinya keterangannya, berupa,
mengenal dengan Feni Talim (dalam berkas terpisah), karena Feni Talim adalah istri juga karyawan dari Notaris Edhi Susanto.
” Saya mengenal Feni Talim sebagai istri dari Notaris Edhi Susanto juga sebagai Notaris di wilayah Pasuruan,” ungkapnya.

Terkait, perkara yang menjerat pasangan suami istri tersebut, saya yang bertugas di bagian depan dan kadang-kadang juga disuruh mengetik. Pada medio 2017 lalu,  Hardi datang dengan membawa 3 sertifikat dan pembeli di kantor Notaris Edhi Susanto.
Cuma Itawati Sidharta istri Hardi tidak pernah hadir di Kantor, walaupun sudah pernah dipanggil.

Saat JPU menyinggung, terkait surat Kuasa untuk pengurusan sertifikat dari Itawati Sidharta pemberi kuasa kepada Feni Talim, ditanggapi oleh, Ninik, berupa, kalau melihat tanda tangannya, itu benar tanda tangan Notaris Edhi Susanto dan stempelnya juga Notaris. Namun belum tentu itu produk Notaris.
” Surat kuasa tersebut, termasuk surat yang di buat dibawah tangan, siapapun bisa membuat ,” ucapnya.

Lebih lanjut, JPU mengkaitkan keterangan Ninik dengan hasil di Berita Acara Pemeriksaan (BAP) di kepolisian, bahwa Feni Talim, sampaikan, surat Kuasa yang dimaksud berasal dari Ninik.

Mengenai hal tersebut, Ninik mengatakan, tidak tahu. Selain itu, Ninik meminta agar dirinya tidak diliput oleh, beberapa awak media.
” Saya keberatan !, Yang Mulia untuk diliput oleh media ,” pintanya.

Atas keberatan Ninik, Majelis Hakim, Suparno, memaparkan, bahwa sidang terbuka untuk umum dan para awak media yang melakukan liputan telah dilindungi oleh, Undang Undang.

Sedangkan, Majelis Hakim, menyinggung  keterangan Feni Talim dalam BAP, bahwa terkait surat kuasa berasal dari Ninik dan dipersidangan disangkal oleh, Ninik dengan jawaban tidak tahu.

Mengetahui hal demikian, secara otomatis memantik Hakim Anggota, Erintuah Damanik, geram dengan menyebut, Notaris apa ini (Notaris opo Iki). Anda ini, seorang Notaris, tolong dicermati dulu pertanyaannya, bahwa Ninik (saksi)  mengaku surat kuasa itu bukan berasal darinya, dan berbeda dengan keterangan anda (Feni Talim) saat di BAP.

Dalam tanggapan pertanyaan Majelis Hakim, Feni Talim juga mengatakan, tidak tahu.
” Saya tidak tahu !, Yang Mulia ,” ungkapnya.

Sementara dalam keterangan, Conny, mengatakan, kenal dengan Feni Talim, karena sering ke BPN dan dari data saat itu yang mengajukan pengurusan ke BPN adalah Feni Talim (terdakwa).

Untuk diketahui, dalam dakwaan JPU, bahwa terjadinya dugaan pemalsuan surat tersebut bermula pada pertengahan 2017, dimana saat itu Hadi Kartoyo (korban) bertujuan menjual 3 bidang tanah dan bangunan miliknya kepada Tiono Satria Dharmawan. Ketiga aset tersebut, tercatat dengan atas nama istri korban, Itawati Sidharta.

Hardi menjalin kesepakatan dengan Tiono bahwa harga ketiga aset yang terletak di Jalan Rangkah, Tambaksari senilai 16 Milyar untuk pembelian aset itu, rencananya akan dibiayai oleh pihak Bank J-Trust Kertajaya Surabaya.

Atas pengajuan Tiono tersebut, Notaris
Edhi Susanto, yang berkantor di Jalan. Anjasmoro nomor 56 B Surabaya, ditunjuk oleh, pihak Bank J-Trust untuk memfasilitasi proses jual beli antara Tiono Satrio Dharmawan dengan Hardi Kartoyo dan isterinya tersebut.

Lantaran, proses jual beli melalui, Notaris Edhi Susanto maka Hardi menyerahkan SHM 3 aset untuk Checking sertifikat di BPN Surabaya II. Sedangkan Tiono memberikan cek sebesar 500 Juta kepada Notaris Edhi Susanto untuk diserahkan kepada Hardi sebagai pembayaran Down Payment (DP) atas pembelian tanah dan rumah milik korban.

Cek tersebut, lalu diserahkan kepada Hardi dengan catatan apabila hasil checking  terhadap 3 SHM bermasalah dan pihak penjual membatalkan transaksi, maka uang DP harus dikembalikan kepada pembeli tanpa potongan. Namun saat pengurusan maupun checking tidak segera diselesaikan, justru Notaris Edhi Susanto, malah membuat dan memberikan Surat pernyataan yang isinya, apabila dalam waktu 2 bulan ternyata belum terjadi transaksi jual beli antara Hardi dan Triono, maka uang DP dianggap hangus dan sertifikat asli dikembalikan.

Setelah ditunggu-tunggu juga tidak ada kelanjutan proses jual beli. Selanjutnya, Hardi sering datang ke kantor Notaris Edhi Susanto dengan maksud meminta sertifikat tetapi, Edhi Susanto, tidak bersedia menyerahkan sertifikat tanpa alasan yang jelas.

Sementara itu, yang dilakukan Feni Talim yaitu, mengurus Checking sertifikat di Kantor BPN Surabaya ll , berupa, Feni Talim mengambil dokumen sertifikat dari dalam lemari di kantor suaminya itu. Namun, dari ketiga sertifikat tersebut, hanya satu yang lolos karena tidak ada perubahan.

Sedangkan, dua SHM lainnya, masih ada kendala yaitu, karena harus ada perubahan logo blangko dari Bola Dunia menjadi logo Garuda serta adanya perubahan luas akibat pelebaran jalan.

JPU menambahkan, bahwa setelah tidak disetujui Feni Talim datang lagi ke kantor BPN Surabaya II untuk melakukan pengurusan pengecekan sertifikat dengan membawa dokumen yang dibutuhkan antara lain surat kuasa dari Itawati Sidharta kepada dirinya.Padahal, Itawati Sidharta selaku, pemegang hak atas tanah tidak pernah membuat dan menandatangani surat kuasa tertanggal 31 Januari 2018 dan tertanggal 9 Februari 2018.
” Dalam surat kuasa terdapat tanda tangan terdakwa Feni Talim sebagai penerima kuasa, diketahui oleh notaris Edhi Santoso,” imbuhnya.

Kemudian, terdakwa Feni juga membuat surat pernyataan selisih luasan tanah dan surat pernyataan menerima hasil ukur. Atas kelengkapan yang dibutuhkan oleh pihak BPN Surabaya II itu kemudian disetujui.

Dampak dari perbuatan kedua terdakwa (Notaris Edhi Susanto dan istrinya), Itawati Sidharta mengalami kerugian menyusutnya luas lahan miliknya dan juga perubahan atas sertifikat tersebut.

Atas perkara ini, Feni Talim ditetapkan sebagai terdakwa dengan jeratan pasal sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 263 ayat (2) KUHP. Sedangkan, Edhi Santoso disangkakan dalam jeratan pasal 263 ayat (1) KUHP.    MET.

Hukrim

Dalam PKPU Keterangan Ahli Yang Diajukan PT Cahaya Sumeru Sentosa Malah Untungkan Termohon

Published

on

Basudewa – Surabaya, Sidang lanjutan, perkara Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), yang di ajukan PT Cahaya Sumeru Sentosa sebagai Pemohon memasuki agenda mendengar keterangan Ahli.

Di agenda tersebut, PT Cahaya Sumeru Sentosa, hadirkan Ahli, Dr. Soedeson Tandra asal asosiasi Kurator HKPI.

Dalam keterangan Ahli yang dihadirkan, justru malah menguntungkan Termohon yakni, PT Cahaya Fajar Kaltim.

Adapun, keterangan Ahli yang menguntungkan Termohon, diantaranya, pembayaran utang berakhir saat ada putusan pengesahan berkekuatan tetap.

Kapan itu?, Ahli katakan, Kreditur yang tidak menerima bisa melakukan upaya hukum Kasasi. Sedangkan, perdamaian jika ada upaya hukum Kasasi berarti belum berkekuatan tetap.

Disinggung terkait, adanya putusan PKPU yang belum memiliki kekuatan hukum tetap, apa bisa diajukan PKPU lagi ?, Ahli katakan, Kreditur yang tidak masuk proses tersebut, bisa ajukan PKPU.

Ahli juga membeberkan, bagaiman daya Homologasi bagi Debitur dan Kreditur yang mendaftar tagihan saja.
Putusan Homologasi apa mengikat, Ahli katakan, melihat isinya perjanjian antara Kreditur dan Debitur.

Dalam hal Homologasi, bergantung pada Debitur apakah telah menawarkan untuk pembayaran jika belum maka Kreditur bisa menuntut tagihannya.

Lebih lanjut, Kreditur yang tidak terverifikasi apakah mengikat ?. Ahli, menyebutkan, hal tersebut, harusnya syarat syaratnya di beberkan lebih jelas.

Masih menurut Ahli, Undang Undang Kepailitan, disebutkan, Kreditur yang tidak menyetujui perdamaian diberi hak terendah.

Terkait, apa yang dimaksud perjanjian yang disahkan semua Kreditur.
Ahli katakan, Kreditur berkewajiban untuk beritikad baik guna mengungkapkan, semua Krediturnya, seluruh utangnya kepada Pengurus, Hakim Pengawas dan Pengadilan.

” Yang menjadi fokus, bila Kreditur tidak tau sepanjang Debitur mengungkapkan, secara jelas terkait pembukuan tentu mengikat seluruh Kreditur yang tidak ikut atau tidak mendaftar ,” terang Ahli.

Dalam hal tagihan, bila ada 2 bantahan karena Homologasi, lalu bisakah di daftarkan atau diajukan PKPU lagi ?, Ahli menjelaskan, berdasar tagihan yang dibantah. Debitur dengan Kreditur, Hakim Pengawas telah menetapkan, jumlah sementara dalam voting, Kreditur dapat melakukan upaya Kasasi.

Terkait tertib hukum acara, Ahli menyampaikan, Kreditur ajukan tagihan ke Debitur melalui, proses verifikasi, penetapan Hakim Pengawas dan bantahan tagihan. Kemudian ada voting dan proposal damai yang mencapai kuorum.

Lalu Kreditur ajukan Kasasi bersamaan proses Kasasi Kreditur juga ikuti proses PKPU. Ahli katakan, kreditur setujui proposal.

” Homologasi disetujui kreditur jelas mengikat ,” terang Ahli.

Ahli juga menjabarkan PKPU, sebenarnya dalam Undang-Undang tidak memberikan definisi secara jelas apa PKPU namun PKPU bagian restrukturisasi hubungan Kreditur dan Debitur.

Ahli memaparkan syarat ajukan PKPU, salah satu prinsip dalam kepailitan pasal 11 , semua utang dari Debitur menjadi jaminan.
Kemudian pasal 2 Undang-Undang kepailitan, mensyaratkan pengajuan PKPU paling sedikit 2 Kreditur.

Menyinggung bila Debitur diputus PKPU dan tercapai Holomigasi, apakah Debitur bisa diajukan PKPU kedua kalinya?.

Ahli katakan, produk PKPU memvonis,
sebenarnya PKPU, adalah utang piutang yang selalu berubah ubah.

Pembentukan Undang Undang sudah batasi itu, setelah 270 hari harus diputus.
Sehingga Debitur merdeka dan ketika lepas Debitur bisa jalin kembali kerjasama.

Menanggapi perihal proses PKPU, apa dikenal nebis in idem?. Ahli menyampaikan,
sebenarnya, PKPU bukan proses berperkara, Undang Undang membatasi waktu, Homologasi kemudian perkara diangkat yang terjadi utang berubah.
Sehingga kita tidak kenal nebis.

Masih menurut Ahli, dalam PKPU bila ada PKPU baru bisa diajukan Debitur baru atau yang lain. Ahli menyampaikan, status putusan yang lalu mengikat Kreditur lama bukan Kreditur yang baru.

Sedangkan, keterangan Ahli terkait pertanyaan Sang Pengadil, disampaikan, berupa, ketika tercapai Homologasi dan PKPU berakhir serta jika ada dinyatakan pembayaran utang sekian pada tahun berikutnya, bagaimana bisa dikatakan selesai ?. Ahli menimpali saat diputuskan.

” Tentunya, vonis berlaku untuk kedua pihak, dalam itu ada tenggang pembayaran tetap berlaku ,” terang Ahli.

Sementara, Penasehat Hukum Termohon yakni, Johanis Dipa, saat ditemui, mengatakan, keterangan Ahli yang dihadirkan dari pihak Pemohon, pengajuan PKPU tidak bisa diajukan kembali karena putusan pengesahan perjanjian perdamaian tersebut, belum berkekuatan hukum tetap
lantaran, masih ada Kasasi.

Penasehat Hukum, Johanis Dipa berpendapat, berdasarkan pasal 286, perdamaian yang disahkan itu mengikat semua Kreditur (baik Kreditur terverifikasi atau tidak terverifikasi).

Lebih lanjut, Johanis Dipa, menyampaikan, PKPU ini berbeda dengan gugatan biasa.
Setelah adanya PKPU ini, ada pengumuman mengundang seluruh Kreditur supaya mendaftarkan tagihan.

Sedangkan, bagaimana bagi Kreditur yang tidak mendaftarkan tagihannya?, pada waktu proses PKPU.
Johanis Dipa menyebutkan, ya !, pasti mengikat karena normanya demikian.

” Perdamaian yang di sahkan mengikat semua Kreditur dan tidak hilang haknya ,” ungkap Johanis Dipa.

Bahkan, dalam perjanjian perdamaian kita ini, mengatur Kreditur Kreditur yang tidak mendaftarkan tagihan tetap dibayar haknya setelah adanya pembayaran Kreditur yang terdaftar tagihannya.

Saat disinggung, alasan Pemohon mengajukan PKPU lagi dalam perkara ini, Johanis Dipa, mengatakan, terkait perkara ini, Pemohon sudah pernah mendaftarkan tagihan di PKPU sebelumnya.

Sehingga, permohonan PKPU yang baru ini, dirasa konyol.
” Ini sesuatu yang tidak logis !. Dulu sudah mendaftarkan tagihan kok sekarang mendaftar PKPU lagi ? ,” jelasnya.

Johanis Dipa menganggap, Pemohon terkesan mencari cari dan menyiratkan bahwa tidak ada itikad baik dengan tujuan menghambat kerja Debitur.

Hal ini, jelas bertentangan dengan azas kelangsungan berusaha. Selain itu, Pemohon juga melanggar tertib hukum beracara juga beritikad buruk.

Sehingga, harusnya Pemohon ditolak karena utang yang dijadikan dasar mengajukan PKPU ini sudah pernah diajukan pada saat PKPU.

Diujung keterangan, Johanis Dipa, mengatakan, jika mengajukan PKPU dan telah setuju dalam voting perdamaian kemudian mengajukan, Kasasi pada saat bersamaan juga mengajukan PKPU baru dan Ahli menyebutkan, tidak logis.

” Berarti tidak logis ya !, terkait upaya Kasasi dicabut berdasarkan, pasal 286 mengikat seluruh Kreditur,” pungkasnya. MET.

 

 

 

 

 

Lanjutkan Membaca

Trending