Connect with us

Hukrim

Dituntut 12 Tahun Samut Laporkan Kejari Pasuruan Ke Jamwas

Published

on

Surabaya-basudewanews.com, Sidang lanjutan, atas perkara yang melibatkan, Samut selaku, Bendahara Dusun Di Desa Kabupaten Pasuruan, sebagai terdakwa kembali bergulir di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Selasa (5/7/2022).

Keterlibatan Bendahara Dusun, lantaran diduga melakukan sebuah tindak pidana korupsi berupa, menjual Tanah Kas Desa (TKD). Atas dugaan keterlibatannya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Pasuruan, Dimas Angga, dipersidangan menuntut pidana penjara selama 12 tahun bagi terdakwa.

Dipersidangan, JPU, menyebut, Samut, warga Dusun Jurang Pelen, Desa Bulusari, Kecamatan Gempol, Kabupaten Pasuruan, telah turut serta melakukan korupsi menjual tanah urug yang dianggap sebagai tanah kas desa (TKD).

JPU menambahkan, dalam perkara ini terdakwa dianggap merugikan negara sebesar 3,32 Milyard.

Hal lain, terdakwa dianggap diuntungkan karena melakukan jual beli tanah urug yang diklaim berstatus TKD.

Menanggapi tuntutan ini, Penasehat Hukum, terdakwa,Ahmad Riyadh, mengatakan, tuntutan JPU dianggapnya, sebagai tuntutan yang emosional, sebab perkara yang membelit kliennya, seharusnya bukanlah perkara korupsi.

Masih menurut, Ahmad Riyadh, mungkin ada pidananya seperti, soal izin tambang atau Undang-Undang soal Lingkungan tapi saya kira tidak tepat lah kalau (dijerat) korupsi.
” Bila dibandingkan dengan perkara lain, Ini hanya (jabatannya) bendahara Dusun, dituntut 12 tahun sehingga JPU terkesan, emosional sekali ,” bebernya.

Lebih lanjut, Ahmad Riyadh, menganggap, tingginya tuntutan JPU dinilai tidak wajar.

Ahmad Riyadh pun, membandingkan kasus Samut ini, dengan perkara korupsi pejabat daerah setingkat Bupati. Seperti kasus suap eks Bupati Nganjuk, Novi Rahman Hidayat yang dituntut 9 tahun penjara dan divonis 7 tahun penjara. Lalu, perkara gratifikasi Wali Kota Batu Eddy Rumpoko, dituntut 8,5 tahun dan divonis 7 tahun penjara.
” Banyak perkara lain, yang tuntutannya tidak setinggi perkara Samut ini. Selain itu tidak ada saksi-saksi maupun bukti-bukti yang menguatkan bahwa terdakwa melakukan perbuatan pidana yaitu mengeruk tanah di TKD, Bulusari ,” tegasnya.

Riyadh menyampaikan, bahwa kasus ini gelar perkaranya sudah dilaksanakan di Kejaksaan Agung dan saat itu hasil gelar menyatakan, kasus ini harus dihentikan.

Namun, oleh, Kejari Pasuruan, kasus ini malah dinaikkan. Dan saat sidang pertama Samut langsung ditahan.
” Klien kami ini hanya rakyat kecil dan dia tidak melakukan pengerukan di tanah TKD. Melainkan di tanah milik swasta ,” sambung Ahmad Riyadh.

Sedangkan, terkait naiknya kasus ini hingga ke persidangan, Riyadh, menyatakan, bahwa dirinya telah melaporkan Kajari, Pasuruan ke Jaksa Muda Pengawasan (Jamwas) Kejagung RI.
” Atas naiknya kasus ini yang bertolak belakang dengan hasil gelar perkara di Kejagung sudah kami laporkan ke Jamwas,” tegasnya.

Soal kerugian negara, Riyadh mempertanyakan perhitungan BPKP adalah terkait dengan berkurangnya volume tanah di lokasi TKD sebelah timur.
” Itu bukan terkait, dengan kompensasi dari rit truk yang diterima oleh warga Dusun Jurang Pelen 1. Sedangkan, dalam tuntutannya, JPU menambahkan kerugian negara dari uang kompensasi tersebut, yang notabene terhadap hal tersebut tidak ada,” bebernya.

Sementara, saat ahli BPKP dihadirkan ke persidangan, Riyadh, menyebutkan, bahwa ahli tidak bisa menjelaskan mengalir kepada siapa dan dikuasai siapa kerugian negara tersebut.

Bahwa Ahli BPKP, menyatakan, dirinya tidak mengetahui aliran kerugian negara kepada siapa dan dikuasai siapa ?.

Dalam pembelaan atas jeratan perkara, Samut menyatakan, jika dirinya tidak bersalah terkait dengan kasus tersebut.

Ia mengaku tidak habis pikir dengan perkara yang membelitnya itu. Sebab, dalam perkara ini dirinya, tidak mengeruk tanah milik TKD. Namun, tanah yang digarapnya itu merupakan milik swasta.
” Saya punya surat perintah kerja. Saya tidak mengeruk tanah kas desa,” urainya.    MET.

Hukrim

Jaksa Akan Tanggapi Pledoi Agus Anugerah Yahono Yang Meminta Rehabilitasi

Published

on

Basudewa – Surabaya, Sidang agenda pledoi atau nota pembelaan atas sangkaan kepemilikan barang sabu seberat 3,40 Gram, yang menjerat Agus Anugerah Yahono, bergulir di ruang Pengadilan Negeri Surabaya, pada Senin (4/12/2023).

Dipersidangan agenda pledoi, Agus Anugerah Yahono, yang ditetapkan, sebagai terdakwa melalui, Penasehat Hukumnya, Budi Sampoerna, mengatakan, kliennya tidak layak dijerat pasal 114 dan dengan tuntutan penjara selama 5 tahun.

Lebih lanjut, kliennya menderita bipolar yang seharusnya, di rehabilitasi guna mendapatkan perawatan.

Penasehat Hukum Agus Anugerah Yahono, Dalam Pledoi Meminta Rehabilitasi Atas Kepemilikan Sabu 3,40 Gram.

Atas nota pembelaan tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Surabaya, Darwis, usai sidang saat ditemui, mengatakan, pihaknya, akan menanggapi pledoi terdakwa yang disampaikan melalui, Penasehat Hukumnya.

Disinggung terkait, pledoi terdakwa yang meminta rehabilitasi bukan tuntutan selama 5 tahun bui, JPU, menyampaikan, itu sah sah saja yang disampaikan, Penasehat Hukumnya.

Pihaknya, akan menanggapi pledoi itu, dipersidangan berikutnya.
” Sah – sah saja , mas !. Pihaknya, akan menanggapi pledoi terdakwa di persidangan berikutnya, tunggu sepekan ke depan ,” ungkap Darwis.

Untuk diketahui, dipersidangan pada Senin (27/11/2023), dalam tuntutan JPU menyatakan, terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana Narkotika, sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 112 Ayat (1) Undang Undang RI nomor 35 Tahun 2009, tentang Narkotika.

Jeratan pasal alternatif Pasal 111 Ayat (1) Undang Undang RI nomor 35 Tahun 2009, tentang Narkotika.

Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 5 tahun, dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan dengan perintah supaya terdakwa tetap ditahan.

Selain tuntutan, JPU, juga menetapkan denda sebesar 800 Juta subsider 3 bulan penjara.  MET.

 

 

 

 

 

 

Lanjutkan Membaca

Trending