Connect with us

Hukrim

Diduga Korupsi, KPK Tetapkan Wakil Ketua DPR Tersangka

Published

on

KPK Langsung Tahan Azis di Rutan Polres Jakarta Selatan

Jakarta–basudewanews.com, Resmi, Wakil Ketua DPR, Azis Syamsudin ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Penetapan Azis terkait dugaan korupsi pemberian hadiah atau janji terkait penanganan perkara di Kabupaten Lampung Tengah.

Azis ditetapkan sebagai tersangka karena diduga menyuap penyidik KPK, AKP Stepanus Robin Pattuju, sekitar Rp3,1 miliar dari komitmen awal Rp4 miliar. KPK menahan Azis untuk 20 hari pertama terhitung sejak tanggal 24 September di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Polres Jakarta Selatan.

Ketua KPK, Firli Bahuri, menyatakan awalnya Azis menghubungi Stepanus dan minta tolong mengurus kasus yang melibatkan dirinya, dan mantan Ketua PP Angkatan Muda Partai Golkar (AMPG), Aliza Gunado, yang sedang diselidiki oleh KPK pada Agustus 2020.

Stepanus kemudian menghubungi rekannya yang berprofesi pengacara bernama Maskur Husain, untuk ikut mengawal dan mengurus perkara tersebut. Maskur menyampaikan pada Azis dan Aliza untuk masing-masing menyiapkan uang sejumlah Rp2 miliar.

“SRP (Stepanus) juga menyampaikan langsung kepada AZ (Azis)terkait permintaan sejumlah uang dimaksud dan kemudian disetujui oleh AZ,” ujar Firli dalam jumpa pers di Gedung KPK, Sabtu (25/9/2021).

Firli memaparkan, Maskur diduga meminta uang muka terlebih dahulu sejumlah Rp300 juta kepada Azis. Teknis pemberian uang dari Azis, dilakukan melalui transfer ke rekening bank milik Maskur. Stepanus kemudian menyerahkan nomor rekening bank dimaksud kepada Azis. Sebagai bentuk komitmen dan tanda jadi, Azis mengirimkan uang sejumlah Rp200 juta ke rekening bank Maskur secara bertahap.

Stepanus kemudian menemui AZ di rumah dinasnya di Jakarta Selatan, pada bulan yang sama. Dia kembali menerima uang dalam pecahan dolar USA dan dolar Singapura secara bertahap dari Azis, yaitu US$100 ribu, Sin$17.600, dan Sin$140.500.

Uang-uang tersebut, ujar Firli, ditukarkan oleh Stepanus dan Maskur ke money changer untuk menjadi rupiah, dengan menggunakan identitas pihak lain.

“Sebagaimana komitmen awal pemberian uang dari AZ kepada SRP dan MH sebesar Rp4 miliar, yang telah direalisasikan baru sejumlah Rp3,1 miliar,” ujarnya.

Dalam perkara tersebut, Azis disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Pasal 5 UU Tipikor berbunyi Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.

Untuk diketahui, UU Tipikor Pasal 13 menyebutkan; Setiap orang yang memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan atau denda paling banyak Rp150 juta. CEB

Lanjutkan Membaca
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Hukrim

Dalam PKPU Keterangan Ahli Yang Diajukan PT Cahaya Sumeru Sentosa Malah Untungkan Termohon

Published

on

Basudewa – Surabaya, Sidang lanjutan, perkara Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), yang di ajukan PT Cahaya Sumeru Sentosa sebagai Pemohon memasuki agenda mendengar keterangan Ahli.

Di agenda tersebut, PT Cahaya Sumeru Sentosa, hadirkan Ahli, Dr. Soedeson Tandra asal asosiasi Kurator HKPI.

Dalam keterangan Ahli yang dihadirkan, justru malah menguntungkan Termohon yakni, PT Cahaya Fajar Kaltim.

Adapun, keterangan Ahli yang menguntungkan Termohon, diantaranya, pembayaran utang berakhir saat ada putusan pengesahan berkekuatan tetap.

Kapan itu?, Ahli katakan, Kreditur yang tidak menerima bisa melakukan upaya hukum Kasasi. Sedangkan, perdamaian jika ada upaya hukum Kasasi berarti belum berkekuatan tetap.

Disinggung terkait, adanya putusan PKPU yang belum memiliki kekuatan hukum tetap, apa bisa diajukan PKPU lagi ?, Ahli katakan, Kreditur yang tidak masuk proses tersebut, bisa ajukan PKPU.

Ahli juga membeberkan, bagaiman daya Homologasi bagi Debitur dan Kreditur yang mendaftar tagihan saja.
Putusan Homologasi apa mengikat, Ahli katakan, melihat isinya perjanjian antara Kreditur dan Debitur.

Dalam hal Homologasi, bergantung pada Debitur apakah telah menawarkan untuk pembayaran jika belum maka Kreditur bisa menuntut tagihannya.

Lebih lanjut, Kreditur yang tidak terverifikasi apakah mengikat ?. Ahli, menyebutkan, hal tersebut, harusnya syarat syaratnya di beberkan lebih jelas.

Masih menurut Ahli, Undang Undang Kepailitan, disebutkan, Kreditur yang tidak menyetujui perdamaian diberi hak terendah.

Terkait, apa yang dimaksud perjanjian yang disahkan semua Kreditur.
Ahli katakan, Kreditur berkewajiban untuk beritikad baik guna mengungkapkan, semua Krediturnya, seluruh utangnya kepada Pengurus, Hakim Pengawas dan Pengadilan.

” Yang menjadi fokus, bila Kreditur tidak tau sepanjang Debitur mengungkapkan, secara jelas terkait pembukuan tentu mengikat seluruh Kreditur yang tidak ikut atau tidak mendaftar ,” terang Ahli.

Dalam hal tagihan, bila ada 2 bantahan karena Homologasi, lalu bisakah di daftarkan atau diajukan PKPU lagi ?, Ahli menjelaskan, berdasar tagihan yang dibantah. Debitur dengan Kreditur, Hakim Pengawas telah menetapkan, jumlah sementara dalam voting, Kreditur dapat melakukan upaya Kasasi.

Terkait tertib hukum acara, Ahli menyampaikan, Kreditur ajukan tagihan ke Debitur melalui, proses verifikasi, penetapan Hakim Pengawas dan bantahan tagihan. Kemudian ada voting dan proposal damai yang mencapai kuorum.

Lalu Kreditur ajukan Kasasi bersamaan proses Kasasi Kreditur juga ikuti proses PKPU. Ahli katakan, kreditur setujui proposal.

” Homologasi disetujui kreditur jelas mengikat ,” terang Ahli.

Ahli juga menjabarkan PKPU, sebenarnya dalam Undang-Undang tidak memberikan definisi secara jelas apa PKPU namun PKPU bagian restrukturisasi hubungan Kreditur dan Debitur.

Ahli memaparkan syarat ajukan PKPU, salah satu prinsip dalam kepailitan pasal 11 , semua utang dari Debitur menjadi jaminan.
Kemudian pasal 2 Undang-Undang kepailitan, mensyaratkan pengajuan PKPU paling sedikit 2 Kreditur.

Menyinggung bila Debitur diputus PKPU dan tercapai Holomigasi, apakah Debitur bisa diajukan PKPU kedua kalinya?.

Ahli katakan, produk PKPU memvonis,
sebenarnya PKPU, adalah utang piutang yang selalu berubah ubah.

Pembentukan Undang Undang sudah batasi itu, setelah 270 hari harus diputus.
Sehingga Debitur merdeka dan ketika lepas Debitur bisa jalin kembali kerjasama.

Menanggapi perihal proses PKPU, apa dikenal nebis in idem?. Ahli menyampaikan,
sebenarnya, PKPU bukan proses berperkara, Undang Undang membatasi waktu, Homologasi kemudian perkara diangkat yang terjadi utang berubah.
Sehingga kita tidak kenal nebis.

Masih menurut Ahli, dalam PKPU bila ada PKPU baru bisa diajukan Debitur baru atau yang lain. Ahli menyampaikan, status putusan yang lalu mengikat Kreditur lama bukan Kreditur yang baru.

Sedangkan, keterangan Ahli terkait pertanyaan Sang Pengadil, disampaikan, berupa, ketika tercapai Homologasi dan PKPU berakhir serta jika ada dinyatakan pembayaran utang sekian pada tahun berikutnya, bagaimana bisa dikatakan selesai ?. Ahli menimpali saat diputuskan.

” Tentunya, vonis berlaku untuk kedua pihak, dalam itu ada tenggang pembayaran tetap berlaku ,” terang Ahli.

Sementara, Penasehat Hukum Termohon yakni, Johanis Dipa, saat ditemui, mengatakan, keterangan Ahli yang dihadirkan dari pihak Pemohon, pengajuan PKPU tidak bisa diajukan kembali karena putusan pengesahan perjanjian perdamaian tersebut, belum berkekuatan hukum tetap
lantaran, masih ada Kasasi.

Penasehat Hukum, Johanis Dipa berpendapat, berdasarkan pasal 286, perdamaian yang disahkan itu mengikat semua Kreditur (baik Kreditur terverifikasi atau tidak terverifikasi).

Lebih lanjut, Johanis Dipa, menyampaikan, PKPU ini berbeda dengan gugatan biasa.
Setelah adanya PKPU ini, ada pengumuman mengundang seluruh Kreditur supaya mendaftarkan tagihan.

Sedangkan, bagaimana bagi Kreditur yang tidak mendaftarkan tagihannya?, pada waktu proses PKPU.
Johanis Dipa menyebutkan, ya !, pasti mengikat karena normanya demikian.

” Perdamaian yang di sahkan mengikat semua Kreditur dan tidak hilang haknya ,” ungkap Johanis Dipa.

Bahkan, dalam perjanjian perdamaian kita ini, mengatur Kreditur Kreditur yang tidak mendaftarkan tagihan tetap dibayar haknya setelah adanya pembayaran Kreditur yang terdaftar tagihannya.

Saat disinggung, alasan Pemohon mengajukan PKPU lagi dalam perkara ini, Johanis Dipa, mengatakan, terkait perkara ini, Pemohon sudah pernah mendaftarkan tagihan di PKPU sebelumnya.

Sehingga, permohonan PKPU yang baru ini, dirasa konyol.
” Ini sesuatu yang tidak logis !. Dulu sudah mendaftarkan tagihan kok sekarang mendaftar PKPU lagi ? ,” jelasnya.

Johanis Dipa menganggap, Pemohon terkesan mencari cari dan menyiratkan bahwa tidak ada itikad baik dengan tujuan menghambat kerja Debitur.

Hal ini, jelas bertentangan dengan azas kelangsungan berusaha. Selain itu, Pemohon juga melanggar tertib hukum beracara juga beritikad buruk.

Sehingga, harusnya Pemohon ditolak karena utang yang dijadikan dasar mengajukan PKPU ini sudah pernah diajukan pada saat PKPU.

Diujung keterangan, Johanis Dipa, mengatakan, jika mengajukan PKPU dan telah setuju dalam voting perdamaian kemudian mengajukan, Kasasi pada saat bersamaan juga mengajukan PKPU baru dan Ahli menyebutkan, tidak logis.

” Berarti tidak logis ya !, terkait upaya Kasasi dicabut berdasarkan, pasal 286 mengikat seluruh Kreditur,” pungkasnya. MET.

 

 

 

 

 

Lanjutkan Membaca

Trending