Connect with us

Hukrim

Anomali Amar Putusan Perkara Gugatan Sederhana Diduga, Tak Sesuai S.O.P Berdampak Rugikan Penggugat.

Published

on

Surabaya-basudewanews.com, Anomali dalam perkara gugatan sederhana nomor perkara : 28/Pdt.G.S/2021/PN Sby, disebutkan, dalam perkara tersebut, Alvianto Wijaya,SH (30) warga simpang DPS X surabaya sebagai Penggugat dan Kenny Harsojo ( 25 ) warga Sukomanunggal Jaya Surabaya sebagai Tergugat yang diduga melakukan Wanprestasi.

Anomali persidangan, dalam perkara gugatan sederhana dalam data yang dihimpun, basudewanews.com, pada Senen (14/6/2021) Alvianto Wijaya memenuhi panggilan Relaas sidang (perdana) di Pengadilan Negeri Surabaya.

Tampak dipersidangan, Kenny Harsojo selaku, tergugat diketahui tanpa alasan yang jelas tidak hadir dipersidangan. Lantaran tergugat tidak hadir dipersidangan maka sidang belum bisa dimulai oleh, Dewi Iswani selaku, Majelis Hakim tunggal mengatakan, sidang ditunda pada pekan depan, Senin (21 Juni 2021).

Ironisnya sidang pertama tidak jadi digelar dan akan dilanjutkan pada pekan depan, tiba-tiba pada Selasa (15/6/2021), Alvianto Wijaya selaku, Penggugat menerima Relaas panggilan sidang/pemberitahuan putusan yang dikirim dari Pengadilan Negeri Surabaya dengan data sebagai berikut :

Nomer perkara 28/Pdt.G.S/2021 /PN SBY pengadilan negeri Surabaya menetapkan :
1. Menyatakan gugatan Penggugat gugur .
2. Membebankan biaya perkara kepada Penggugat yang hingga saat ini, diperhitungkan sebesar 365 ribu .

Panggilan sidang dapat dilihat pada e- Court Mahkamah Agung RI menu detail dalam perkara nomor 28/Pdt.G.S/2021/PN SBY.

Dengan adanya, anomali putusan tersebut, jelas jelas Alvianto Wijaya sebagai Penggugat merasa keberatan dan sangat dirugikan.

Alvianto Wijaya, saat ditemui, basudewanews.com, menyimpulkan, Majelis Hakim yang memutus perkara ini tidak profesional. Ia menilai, Majelis Hakim asal main putus perkara tanpa melalui prosedur yang benar

Lebih lanjut, Alvianto Wijaya, menyampaikan, ” Dalam waktu 7 hari ke depan akan melakukan upaya hukum keberatan,” bebernya.

Secara terpisah, Martin Ginting selaku, Humas Pengadilan Negeri Surabaya, saat dikonfirmasi diruang transit Majelis Hakim terkait, adanya putusan yang tidak sesuai dengan ketentuan mengatakan, dalam perkara perdata biasanya dipanggil para pihak dipersidangan.

Kalau ada pihak yang tidak hadir sidang tidak bisa dilaksanakan dan akan dipanggil kembali dalam sidang berikutnya. Bila dipanggil sampai tiga kali masih tetap tidak hadir maka sidang dinyatakan putusan verstek.

Ia menambahkan, kalau para pihak hadir dipersidangan kewajiban Majelis Hakim  adalah untuk mendamaikan ( mediasi ) dan kalau tidak ada titik temu mediator menyatakan sidang dilanjutkan secara litigasi.

Dalam prosedur hukum acara adalah suatu kewajiban setiap putusan harus adanya pembuktian, menghadirkan para saksi saksi tidak ada putusan tanpa pembuktian terlebih dahulu.

Dan kalau toh ada anomali putusan sidang seperti temuan para awak media, hal ini sangat tidak mungkin.
” Namun putusannya tidak bisa dicabut sedangkan, anomali pada putusan itu dinamakan pelanggaran hukum acara dan pihak yang merasa dirugikan bisa melakukan upaya hukum keberatan ke pengadilan ini ,” pungkasnya.

Dugaan, pelanggaran yang dilakukan Dewi Iswani, diindikasikan sengaja menabrak Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim ( KEPPH).

Pedoman Perilaku Hakim, harus dijunjung tinggi dan dipatuhi oleh, Dewi iswani sebagai Majelis Hakim baik didalam mupun diluar persidangan.

Profesi Majelis Hakim dalam menerima ,memeriksa dan memutus perkara harus memberikan pertimbangan yang didasari kapasitas keilmuan yang baik dan mumpuni harus berlaku imparsial yaitu,tidak memihak terhadap salah satu pihak yang berperkara.

Selain sebagai Majelis Hakim juga sebagai gerbang terakhir bagi para pencari keadilan. Majelis Hakim harus selalu meningkatkan kapasitas keilmuan dan memiliki integritas .
Sebagaimana ketentuan pasal 14 dan 15 peraturan Mahkamah Agung RI nomor 2 tahun 2015 tentang tata cara penyelesaian gugatan sederhana.

Atas dugaan, anomali dalam putusan bisa diartikan Dewi Iswani selaku, Majelis Hakim telah melalaikan atau sudah melupakan dengan sumpah ketika pertama kali dilantik sebagai Majelis Hakim.

Bisa dibayangkan, adanya kesengajaan yang menabrak rambu-rambu hukum beracara sidang adalah bentuk pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.

Sudah selayaknya, Ketua PN (ANKUM ) agar memberikan teguran dan menjatuhkan sanksi terhadap bawahannya yang diduga telah mencoreng dan menyimpang dari kewenangan jabatan demi kredibel nama baik PN kelas satu Surabaya khususnya,  citra Majelis Hakim di seluruh indonesia pada umumnya.             MET.

Lanjutkan Membaca
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Hukrim

Dalam PKPU Keterangan Ahli Yang Diajukan PT Cahaya Sumeru Sentosa Malah Untungkan Termohon

Published

on

Basudewa – Surabaya, Sidang lanjutan, perkara Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), yang di ajukan PT Cahaya Sumeru Sentosa sebagai Pemohon memasuki agenda mendengar keterangan Ahli.

Di agenda tersebut, PT Cahaya Sumeru Sentosa, hadirkan Ahli, Dr. Soedeson Tandra asal asosiasi Kurator HKPI.

Dalam keterangan Ahli yang dihadirkan, justru malah menguntungkan Termohon yakni, PT Cahaya Fajar Kaltim.

Adapun, keterangan Ahli yang menguntungkan Termohon, diantaranya, pembayaran utang berakhir saat ada putusan pengesahan berkekuatan tetap.

Kapan itu?, Ahli katakan, Kreditur yang tidak menerima bisa melakukan upaya hukum Kasasi. Sedangkan, perdamaian jika ada upaya hukum Kasasi berarti belum berkekuatan tetap.

Disinggung terkait, adanya putusan PKPU yang belum memiliki kekuatan hukum tetap, apa bisa diajukan PKPU lagi ?, Ahli katakan, Kreditur yang tidak masuk proses tersebut, bisa ajukan PKPU.

Ahli juga membeberkan, bagaiman daya Homologasi bagi Debitur dan Kreditur yang mendaftar tagihan saja.
Putusan Homologasi apa mengikat, Ahli katakan, melihat isinya perjanjian antara Kreditur dan Debitur.

Dalam hal Homologasi, bergantung pada Debitur apakah telah menawarkan untuk pembayaran jika belum maka Kreditur bisa menuntut tagihannya.

Lebih lanjut, Kreditur yang tidak terverifikasi apakah mengikat ?. Ahli, menyebutkan, hal tersebut, harusnya syarat syaratnya di beberkan lebih jelas.

Masih menurut Ahli, Undang Undang Kepailitan, disebutkan, Kreditur yang tidak menyetujui perdamaian diberi hak terendah.

Terkait, apa yang dimaksud perjanjian yang disahkan semua Kreditur.
Ahli katakan, Kreditur berkewajiban untuk beritikad baik guna mengungkapkan, semua Krediturnya, seluruh utangnya kepada Pengurus, Hakim Pengawas dan Pengadilan.

” Yang menjadi fokus, bila Kreditur tidak tau sepanjang Debitur mengungkapkan, secara jelas terkait pembukuan tentu mengikat seluruh Kreditur yang tidak ikut atau tidak mendaftar ,” terang Ahli.

Dalam hal tagihan, bila ada 2 bantahan karena Homologasi, lalu bisakah di daftarkan atau diajukan PKPU lagi ?, Ahli menjelaskan, berdasar tagihan yang dibantah. Debitur dengan Kreditur, Hakim Pengawas telah menetapkan, jumlah sementara dalam voting, Kreditur dapat melakukan upaya Kasasi.

Terkait tertib hukum acara, Ahli menyampaikan, Kreditur ajukan tagihan ke Debitur melalui, proses verifikasi, penetapan Hakim Pengawas dan bantahan tagihan. Kemudian ada voting dan proposal damai yang mencapai kuorum.

Lalu Kreditur ajukan Kasasi bersamaan proses Kasasi Kreditur juga ikuti proses PKPU. Ahli katakan, kreditur setujui proposal.

” Homologasi disetujui kreditur jelas mengikat ,” terang Ahli.

Ahli juga menjabarkan PKPU, sebenarnya dalam Undang-Undang tidak memberikan definisi secara jelas apa PKPU namun PKPU bagian restrukturisasi hubungan Kreditur dan Debitur.

Ahli memaparkan syarat ajukan PKPU, salah satu prinsip dalam kepailitan pasal 11 , semua utang dari Debitur menjadi jaminan.
Kemudian pasal 2 Undang-Undang kepailitan, mensyaratkan pengajuan PKPU paling sedikit 2 Kreditur.

Menyinggung bila Debitur diputus PKPU dan tercapai Holomigasi, apakah Debitur bisa diajukan PKPU kedua kalinya?.

Ahli katakan, produk PKPU memvonis,
sebenarnya PKPU, adalah utang piutang yang selalu berubah ubah.

Pembentukan Undang Undang sudah batasi itu, setelah 270 hari harus diputus.
Sehingga Debitur merdeka dan ketika lepas Debitur bisa jalin kembali kerjasama.

Menanggapi perihal proses PKPU, apa dikenal nebis in idem?. Ahli menyampaikan,
sebenarnya, PKPU bukan proses berperkara, Undang Undang membatasi waktu, Homologasi kemudian perkara diangkat yang terjadi utang berubah.
Sehingga kita tidak kenal nebis.

Masih menurut Ahli, dalam PKPU bila ada PKPU baru bisa diajukan Debitur baru atau yang lain. Ahli menyampaikan, status putusan yang lalu mengikat Kreditur lama bukan Kreditur yang baru.

Sedangkan, keterangan Ahli terkait pertanyaan Sang Pengadil, disampaikan, berupa, ketika tercapai Homologasi dan PKPU berakhir serta jika ada dinyatakan pembayaran utang sekian pada tahun berikutnya, bagaimana bisa dikatakan selesai ?. Ahli menimpali saat diputuskan.

” Tentunya, vonis berlaku untuk kedua pihak, dalam itu ada tenggang pembayaran tetap berlaku ,” terang Ahli.

Sementara, Penasehat Hukum Termohon yakni, Johanis Dipa, saat ditemui, mengatakan, keterangan Ahli yang dihadirkan dari pihak Pemohon, pengajuan PKPU tidak bisa diajukan kembali karena putusan pengesahan perjanjian perdamaian tersebut, belum berkekuatan hukum tetap
lantaran, masih ada Kasasi.

Penasehat Hukum, Johanis Dipa berpendapat, berdasarkan pasal 286, perdamaian yang disahkan itu mengikat semua Kreditur (baik Kreditur terverifikasi atau tidak terverifikasi).

Lebih lanjut, Johanis Dipa, menyampaikan, PKPU ini berbeda dengan gugatan biasa.
Setelah adanya PKPU ini, ada pengumuman mengundang seluruh Kreditur supaya mendaftarkan tagihan.

Sedangkan, bagaimana bagi Kreditur yang tidak mendaftarkan tagihannya?, pada waktu proses PKPU.
Johanis Dipa menyebutkan, ya !, pasti mengikat karena normanya demikian.

” Perdamaian yang di sahkan mengikat semua Kreditur dan tidak hilang haknya ,” ungkap Johanis Dipa.

Bahkan, dalam perjanjian perdamaian kita ini, mengatur Kreditur Kreditur yang tidak mendaftarkan tagihan tetap dibayar haknya setelah adanya pembayaran Kreditur yang terdaftar tagihannya.

Saat disinggung, alasan Pemohon mengajukan PKPU lagi dalam perkara ini, Johanis Dipa, mengatakan, terkait perkara ini, Pemohon sudah pernah mendaftarkan tagihan di PKPU sebelumnya.

Sehingga, permohonan PKPU yang baru ini, dirasa konyol.
” Ini sesuatu yang tidak logis !. Dulu sudah mendaftarkan tagihan kok sekarang mendaftar PKPU lagi ? ,” jelasnya.

Johanis Dipa menganggap, Pemohon terkesan mencari cari dan menyiratkan bahwa tidak ada itikad baik dengan tujuan menghambat kerja Debitur.

Hal ini, jelas bertentangan dengan azas kelangsungan berusaha. Selain itu, Pemohon juga melanggar tertib hukum beracara juga beritikad buruk.

Sehingga, harusnya Pemohon ditolak karena utang yang dijadikan dasar mengajukan PKPU ini sudah pernah diajukan pada saat PKPU.

Diujung keterangan, Johanis Dipa, mengatakan, jika mengajukan PKPU dan telah setuju dalam voting perdamaian kemudian mengajukan, Kasasi pada saat bersamaan juga mengajukan PKPU baru dan Ahli menyebutkan, tidak logis.

” Berarti tidak logis ya !, terkait upaya Kasasi dicabut berdasarkan, pasal 286 mengikat seluruh Kreditur,” pungkasnya. MET.

 

 

 

 

 

Lanjutkan Membaca

Trending