Hukrim
Camilia Sofyan Ali Lakukan Eksepsi Dakwaan Pasal 378 Yang Menjeratnya.
Surabaya-basudewanews.com, Camilia Sofyan Ali (terdakwa) selaku, pemilik UD.Pawon Sejahtera Jalan kendangsari Blok P No. 11 Tenggilis Mejoyo Surabaya, melalui Penasehat Hukumnya melakukan eksepsi dakwaan Suwarti selaku, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Surabaya,pada Kamis (4/2/2021).
Dalam persidangan, terdakwa yang disangkakan melakukan perbuatan tindak pidana berupa, menipu Muliati selaku, supplier Bulog Kanwil Jatim. Terdakwa meyakinkan Muliati bahwa gula yang dijualnya bermutu bagus.
Muliati pun, terpikat hingga memesan gula terhadap terdakwa sebanyak 290 ton. Sayangnya, terdakwa hanya mampu mengirim gula 25 ton. Setelah ditelisik ternyata terdakwa tidak mampu menjual gula dengan jumlah banyak lantaran, UD Pawon Sejahtera bukan menjual produksi PTPN seperti yang dijanjikan.
Atas perbuatannya, terdakwa disangkakan dengan dakwaan jeratan pasal 378 KUHP.
Dalam perkara ini, terdakwa menyangkal dakwaan JPU berupa eksepsi yang disampaikan oleh, Nabil Penasehat Hukumnya.
Adapun, dakwaan yang disangkal yaitu, bahwa dakwaan JPU dianggap tidak cermat atau kabur.
” Perkara yang melibatkan kliennya bukan pidana melainkan perdata”, ucapnya.
Masih menurutnya, ada ikatan perjanjian antara klienya dengan Muliati mengenai jual beli gula.
” Terdakwa sudah meminta waktu tetapi Muliati membatalkan jual beli secara sepihak”, ujarnya. MET.
Hukrim
Ketua DIHPA Indonesia, M.Sholehuddin Sebut, RJ Harus Diperkuat Undang-Undang Guna Eliminir Permainan Permainan

Jagad Warta – Surabaya, Penerapan Restorative Justice (RJ), baru-baru ini, digalakkan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim, dalam perkara tindak pidana umum, penyalahgunaan narkoba menuai banyak kritikan.
Salah satu kritikan, disampaikan, oleh, Ketua Perhimpunan Dosen Ilmu Hukum Pidana (DIHPA) Indonesia, M.Sholehuddin.
Adapun, yang disampaikan, M Sholehuddin, yaitu, dari aspek pengembangan hukum pidana, RJ ini bagus untuk dilembagakan.
Namun, harus benar-benar dalam kebijakan legislasi (legislation policy) diatur supaya ada payung hukumnya yang kuat.
Dalam hal payung hukum, yang dimaksud, M. Sholehuddin, yakni, Undang-Undang.
Penerapan RJ, menuai, pro dan kontra lantaran, status dasar hukumnya, sementara ini hanya pada Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Perpol) dan Peraturan Jaksa Agung (Perja).
Bahkan, penerapan RJ ini, sudah masuk dalam kasus tindak pidana narkotika.
Terbaru, penerapan RJ oleh, pihak Kejati Jatim, dalam kasus narkotika dengan tersangka PE asal Trenggalek, proses hukumnya, seharusnya, bisa sampai di Pengadilan namun, harus berakhir dengan penerapan RJ.
Sehingga, PE hanya menjalani rehabilitasi di Pusat Therapy dan Rehabilitasi NAPZA Mitra Adhyaksa Pemprov Jatim di Rumah Sakit Jiwa, Jalan. Menur Surabaya, pada Kamis (4/8/2022).
Adanya RJ ini, masih menurut M.Sholehuddin, menjelaskan, dari aspek pengembangan hukum pidana.
RJ ini, bagus untuk dilembagakan dan harus benar-benar dalam kebijakan legislasi (legislation policy), diatur supaya, ada payung hukumnya yang kuat, dalam hal ini Undang-Undang.
Hal tersebut, dianggap perlu, guna meng-eliminir ” permainan – permainan”.
” RJ ini harus dibentuk dengan cara atau melalui Undang-Undang sehingga, menjadi kuat ,” terangnya.
M.Sholehuddin, menambahkan, berkaca dari hukum pidana, yang berasas legalitas, dimana tidak ada satu perbuatan yang dipidana kecuali perbuatan itu sudah diatur terlebih dahulu di dalam suatu peraturan perundang-undangan pidana.
” RJ ini masih ditingkat, Perpol dan Perja, sehingga tidak kuat juga ,” imbuhnya.
Kalau nanti dipersoalkan, aturan Kepolisian apalagi dalam konteks sistem peradilan pidana asas legalitas ketat. RJ ini adalah pengembangan yang umum, sehingga perlu didasarkan oleh, suatu Undang-Undang.
Dengan adanya RJ ini, bisa saja mengeliminir penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh oknum, karena itu harus dimasukkan dalam Undang-Undang.
M.Sholehuddin, berharap, kedepannya, harus ada kebijakan legislasi jadi pembentuk Undang-Undang ini harus me-normatifkan terkait RJ.
Sehingga ada dasar hukum yang kuat, tujuannya, untuk mengeleminasi pelanggaran-pelanggaran oleh oknum-oknum.
Ia menegaskan, sementara ini RJ, status dasar hukumnya, hanya Perpol dan Perja.
Kedepannya, pembentuk Undang-Undang ini, harus merespon dan harus pro aktif agar segera dibuat sebagai suatu Undang-Undang.
RJ ini sudah harus ditetapkan, untuk hukum pidana. Sebab, menurutnya, di dalam perkembangan hukum pidana kontemporer ini memang memerlukan desentralisasi pemidanaan.
Artinya, tidak semua kekuasaan dan kewenangan untuk mempidana dan pemidanaan itu harus diserahkan ke pengadilan.
Jadi harus ada desentralisasi, sebagian kewenangannya, diserahkan kepada penegak hukum yang utama, ditingkat penyidikan, kepolisian penuntutan.
Kewenangan terkait pidana dan pemidanaan dengan syarat-syarat tertentu. Hukum pidana kontemporer memerlukan disentralisasi pemidanaan.
M.Sholehuddin, mengaku, sebenarnya, RJ ini sudah ada. Hanya saja pembentuk Undang-Undang berhenti di Undang-Undang sistem peradilan pidana anak, jadi untuk anak.
Sekarang untuk dewasa dan umum mestinya, harus segera ditindaklanjuti dengan membuat Undang-Undang.
” Mestinya, pembentuk Undang-Undang ini malu, kok !, didahului Polisi dan Kejaksaan. Ini tujuannya, baik dan aturannya di Perja dan Perpol tentang RJ itu kan sudah jelas. Tapi tidak semua pidana itu bisa di RJ kan,” pungkasnya. MET.
-
Daerah9 bulan ago
Satreskrim Tipikor Polres Aru, Diminta Memanggil Dan Periksa Oknum Yang Terlibat Pekerjaan Fisik DAK Afirmasi 2018
-
Hukrim1 tahun ago
PT.Golden Arta Jaya Dilaporkan Oleh, Konsumen Ke Polda Jatim, Sebagian Konsumen Ajukan Pailit Di Pengadilan Negeri Surabaya.
-
Hukrim11 bulan ago
PT. Indo Tata Graha Lakukan Klarifikasi Bahwa Tetap Komitmen Lakukan Pembangunan
-
Daerah1 tahun ago
PLANTONIC MESS Menjadi Mitra Petani, ” Petani Hasil Kami Bangga “.